my story

Rabu, 27 April 2011

Hanya Itu....

oleh Ry Kusumaningtyas pada 19 November 2010 jam 15:03
 
Terlelap cinta dalam dekapku
Ada damai yang indah dalam lirih nafasmu         
Tergugu aku pada rasa yang mengisi penuh relungku yang kosong
Ingin kurengkuh letihmu dalam lenganku yang ringkih
Ingin kubasuh peluhmu dengan jariku
Dan kukecup sedihmu di lembut bibirku
Tapi  sungguh takut aku menyentuh lukaku
Saat kau bertanya kenapa kumencintaimu….

Pernahkah kau tanyakan kenapa mentari harus berlalu kala malam datang
Dan membiarkan dunia menggigil dalam gelap?
Haruskah kau tanyakan kenapa rembulan tak memiliki cahayanya sendiri selain menjadi bayang-bayang?
Dan bintang walau gemerlap tapi tak dapat kau rasakan hangatnya?

Jangan tanyakan kenapa daun-daun itu harus mengering dan gugur
Jangan tanyakan kenapa pelangi hanya datang setelah hujan
Jangan tanyakan kenapa langit tak selamanya biru
Dan kenapa masih saja ada debar di dada kala tatap kita bertemu…

Aku tak memiliki jawabannya….

Sama seperti saat kau tanyakan kenapa aku masih ada untukmu
Setelah airmata meredupkan cahaya harapan di mataku
Setelah lukisan luka carut marut tergores di tepi senyumku
Setelah detik demi menit dan demi jam dan demi hari dan demi minggu dan demi bulan
 Lalu tahun berlalu bersama keletihan yang meluluh lantakkan kesabaran yang terdalam  

Aku tak memiliki jawabannya…

Selain kenyataan bahwa kau  ada dalam  tiap bait doaku
Kau ada di setiap jejak langkahku
Kau ada di dalam mimpi dan asaku
Tanpa kuminta, tanpa kumau  dan tanpa kuharap kau telah ada di situ
Bisakah kutanyakan kenapa kau ada di hidupku karenanya?

Tuhan memiliki cara-Nya sendiri yang tak pantas kutanyakan
Jadi biarkan ikhlas itu yang mengajariku bagaimana mensyukuri adanya kau dalam hidupku…

Hanya itu…

Bukan Pilihan

oleh Ry Kusumaningtyas pada 23 November 2010 jam 22:19
Hidup adalah serangkaian pilihan...

Bilakah aku bisa memilih menjadi matahari...
Aku berharap malam tak pernah datang...
Dan dunia selalu penuh cahaya...
Karena aku takut kegelapan...
Tapi aku tidak memilih menjadi matahari...
Karena kegelapan membuatku belajar melawan takut itu...
Malam tetaplah harus datang...
Agar aku dapat tafakur...
Berbincang dengan Tuhanku...

Bilakah aku bisa memilih menjadi udara...
Aku berharap kematian tak pernah ada...
Dan keindahan cinta akan abadi...
Karena aku takut kehilangan...
Tapi aku tidak memilih menjadi udara...
Karena aku sadar tiada yang abadi...
Tak ada akhir yang membahagiakan..
Sebab cepat atau lambat..
Salah satu pihak akan berpulang lebih dulu
Meninggalkan yang lainnya...

Bilakah aku bisa memilih menjadi air...
Aku berharap tak kan pernah ada kemarau...
Tak akan ada kepedihan dan penderitaan...
Tapi aku tidak memilih menjadi air...
Karena kepedihan mengajariku berzikir...
Karena penderitaan membuatku terus bersujud...
Karena aku ingin memaknainya sebagai kasih sayang Tuhanku

Bilakah aku bisa memilih menjadi cinta...
Aku berharap kebahagiaan untuk semua orang..
Tak akan ada air mata...
Yang ada hanyalah binar senyum dan ceria...
Tapi aku tidak memilih menjadi cinta...
Karena kebahagiaanku mungkin bukan kebahagiaan orang lain...
Air mata membuatku belajar berbagi...
Dan membuatku tersenyum dalam ikhlas...

Hidup adalah serangkaian pilihan...
Dan aku memilih bersyukur menjadi diriku...
Bersyukur dengan takdirku...
Aku tidak ingin dan tidak berharap menjadi seseorang yang bukan aku...
Aku hanya ingin...
Menjadi yang terbaik bagi Tuhanku...
Memberi yang terbaik untuk hidupku...
Dan mencintaimu dengan lebih baik...

Aku tidak perlu menjadi matahari
Tidak perlu menjadi udara...
Tidak perlu menjadi air...
Tidak perlu menjadi cinta itu sendiri...
Untuk membuat hidup yang lebih berarti...
Untuk membuatmu mencintaiku...
Aku hanya perlu menjadi seseorang yang lebih ikhlas...
Dalam menjalani hidup dan takdirku...

Hidup adalah serangkaian pilihan...
Tapi Tuhan bukan pilihan...
Dan mencintaimu...juga bukan pilihan...

Salam Terakhir untuk Sahabat

oleh Ry Kusumaningtyas pada 09 Desember 2010 jam 20:29

14 september 1998...
Rasanya baru kemarin kau jabat tanganku dalam hangat sapamu...
Rasanya baru kemarin kau tersenyum dan merengkuhku dalam persahabatan yang tulus...

Bunda...
Aku selalu ingat senyummu yang manis...
Aku selalu ingat renyah tawamu yang berderai...
Aku selalu ingat cerita-ceritamu yang mengalir bagai air...
Aku juga selalu ingat air matamu...

Bunda...
Kau adalah sahabat pertama yang kumiliki di kejamnya Jakarta...
Kau adalah pengganti ibuku yang tak pernah ada...
Kau dengan kecerewetanmu yang kadang membuatku jengkel...
Kau dengan keramaianmu yang selalu membuatku tertawa..
Kau dengan kekanak-kanakanmu yang membuatku tersenyum geli...

Aku sering bertanya..
Apa yang membuat kita begitu dekat..
Walau usia kita terentang begitu jauh...
Walau sifat kita bagai bumi dan langit...
Tapi kita saling melengkapi dan memiliki...

Aku tak akan pernah lupa kebaikanmu...
Ketulusanmu...
Kehangatan hatimu...

Aku tak akan pernah lupa hari-hari kubagi kisah cintaku denganmu...
Kau yang selalu mendukung setiap langkahku...
Kau yang selalu membelaku walau dunia menghujatku...
Kau yang selalu melihat ke dalam hatiku...

Aku tak akan pernah lupa kasih sayangmu...
Kau selalu menyambutku dengan pelukanmu tiap kali aku mengunjungimu di Bogor..
Kau selalu bersedia menjadi tempatku mengadu...
Kau selalu membuka pintu rumahmu untukku dalam duka dan penderitaanku...

Rasanya baru kemarin...
Saat kita berpelukan di toilet wanita lantai 9 Gedung Pusat Manggala Wanabhakti...
Menangis terisak karena harus terpisah jarak...
Jakarta Yogyakarta...
Betapa aku kehilanganmu Bunda...

Dulu kita rajin bersurat-suratan, sms dan telefon...
Sebelum Bunda sakit, Bunda selalu ingat ulang tahunku...
Bunda juga selalu merindukan "cucuku yang cantik", anakku Rara...
Yang sejak masih kukandung selalu Bunda sayangi...

Aku masih ingat,
Desember 2007...
Saat aku terakhir kali bertemu Bunda di RS...
Bunda menangis memelukku...
Betapa kurusnya Bunda dan betapa hancur hatiku...

Bunda...
Maafkan aku...
Karena aku tak sempat lagi menengok Bunda...
Karena aku begitu tenggelam dalam dukaku sendiri dan lalai berbagi denganmu...
Aku sungguh menyesal...

Bunda...
Andai dapat kuputar waktu...
Aku ingin sekali lagi bisa bertemu denganmu...
Berlabuh di dekapanmu yang hangat...
Tertawa dan menangis lagi bersamamu...
Maafkan aku karena tidak ada di sampingmu...

Bunda...
Isakku menyesakkan dada...
Tapi aku tak ingin memberatkan langkahmu dalam ketidak ikhlasan...
Allah lebih tahu apa yang terbaik bagimu...
Kau telah tenang di sana...
Terbebas dari rasa sakit itu...

Aku yakin kau sekarang pasti sedang tersenyum...
Karena kau adalah orang yang tak pernah lupa mengingatkan aku pada Allah...
Karena kau adalah orang yang telah mengajariku untuk selalu berserah diri pada Allah...
Karena darimu aku belajar untuk selalu berjuang...

Bunda...
Walau kini kita benar-benar telah terpisahkan oleh takdir...
Tapi kau tetap akan selalu ada di hatiku...
Sahabat dan ibu terbaik yang pernah ada...

Bunda...
Doaku selalu menyertaimu...

Teriring doa, cinta, dan air mata untuk sahabat dan ibuku...
Ibu Peni Lestari yang baru saja berpulang ke hadirat Allah SWT dalam usia 53 tahun...
Semoga amal ibadah Bunda di terima di sisi Allah SWT...
Amin Ya Robbal Alamin...



Tuhan...embun itu masih basah...

oleh Ry Kusumaningtyas pada 27 November 2010 jam 0:05

Kala embun masih basah...
Dan semburat fajar belum lagi merekah...
Kulihat sekuntum mawar bersemi...
Kuncupnya yang malu merekah indah...
Senyuman sederhana dari alam..
Dan langitpun bertasbih...

Hari berganti...
Cahaya mentari membingkainya dalam nuansa emas...
Kelopak itu mekar...
Anggun, angkuh dan cantik…
Semerbak dalam wangi memabukkan
Lukisan sebuah kesempurnaan
Dan langitpun bertahmid...
                                  
Pagi itu..
Embunpun masih basah..
Subuhpun belum berkumandang..
Kutemukan kelopak itu telah luruh
Jatuh satu satu ke tanah  basah
Dan air mataku merebak di sudut kecewaku

Tersentuh lembut kelopak itu di jariku...
Tangkainya patah dan jariku tertusuk nyeri

Ada duri merobek kesadaranku…
 Begitu singkatkah waktu
Tuk sesuatu yang begitu indah?
Tak bisakah abadi tanpa tersentuh waktu?

Dan...
Seperti itukah hidup….
Ketika harus luruh....dari ada menjadi tiada?
Ketika indah itu sirna dan menyisakan luka?

Tak ada yang abadi..
Cepat atau lambat takdir akan memainkan kuasanya
Dan roda kehidupan terus berputar menegaskan
Datang dan pergi
Lahir dan mati…
Bersemi dan gugur…

Aku tafakur dalam hening
Bilakah datangku berarti tuk kehidupan?
Sudahkah kusiapkan pergiku…
Dan jejak tertinggal itu, pantaskah dikenang?

Aku tafakur dalam diam
Bilakah lahirku membawa kebaikan?
Sudahkah kurelakan matiku…
Dan adakah amal yang pantas kubawa pergi?

Tak ingin aku menjadi sekuntum mawar
Bila hanya sesingkat itu indahnya...
Haruskah gugur menyisakan duri di tangkai?
                        
Tuhan…
Bilakah masih ada waktuku…
Tuk bersujud lebih lama di  bayang kebesaran-Mu
Dan mensyukuri tiap hela nafas kehidupanku…
Hanya dengan nama-Mu di penghabisan…

Tuhan…
Bilakah kupunya kesempatan lebih…
Tuk mencabut duri-duri di hatiku
Dan meluruhkan tiap dosa di jejakku
Sebelum kukembali pada hakikatku sebagai ciptaan-Mu…

Tuhan...
Embun itu masih basah...
Dan semburat fajar belum lagi merekah...
Dari tanah mawar itu tumbuh bersemi
Mekar bersama cahaya matahari...
Dan luruh jatuh kembali ke tanah

Tuhan...
Dari-Mu kudatang...
...dan kepada-Mu aku akan kembali



hanya kamu

oleh Ry Kusumaningtyas pada 29 November 2010 jam 23:07

Cinta…
Ingatkah kamu senja hari itu…
Kala semburat langit jingga menyapaku dalam senyum
Dan langkahmu mengejarku di keramaian
Saat itulah takdir menjerat

Aku tidak mau yang lain….
Aku hanya mau kamu..

Kamu yang meneriakkan kata cinta untukku dari ketinggian
Kamu yang menuliskan bait-bait indah untukku
Kamu yang menyanyikan senandung rindu untukku
Kamu yang dalam diam mengikuti tiap langkahku
Kamu yang selalu menjaga hatiku

Cinta…
Ingatkah kamu malam itu…
Kala rinai hujan membasahi pucuk dedaunan
Dan wangi melati menyeruak dalam sepi
Saat itulah nasib kita terikat…

Aku tidak mau yang lain….
Aku hanya mau kamu..

Kamu yang tak perduli pada peluh debu dan keringatku
Kamu yang memujaku dalam ketidakberdayaanku
Kamu yang menerima jelekku, sakitku, amarahku
Kamu yang mendamba senyum dan tawaku
Kamu yang mencintaiku apa adanya diriku

Cinta
Ingatkah kamu saat kuselipkan jariku kedalam rengkuh jarimu
Kala sesuatu dalam dadaku bertaut dengan debar di dadamu
Dan…klik… terkunci
Hati kita sudah terkunci dan kuncinya tlah hilang

Aku tidak mau yang lain….
Aku hanya mau kamu…

Kamu yang mengejarku kala aku lari
Kamu yang datang saat aku hampir menyerah
Kamu yang berusaha membalut lukaku
Kamu yang berjuang berada di sisiku
Kamu yang belajar dari kesalahan untukku

Sungguh aku tak mau yang lain
Aku hanya mau kamu

Aku tak ingin menjadi cantik selain bagi matamu
Aku tak ingin menjadi baik selain untuk dirimu
Aku tak ingin menjadi setia selain kepadamu
Aku tak ingin menjadi berharga selain hanya untukmu

Aku tak mau menunggu yang lain
Aku hanya akan menunggumu

Selalu….
Seperti matahari yang terus terbit mengawali hari
Dan terbenam demi malam…

Dalam hatiku…..
Dalam jiwaku….
Dalam asaku…
Dalam doaku…
Dan dalam ikhlasku….



Pasrah...

Lebih mudah bagiku..
Menuliskan sajak tentang cinta
Di atas selembar daun kering yang luruh dari ranting
Daripada menuliskan rasaku detik ini
Menanti tanpa ujung...

Lebih mudah bagiku..
Mengurai ribuan kata tentang mimpi
Di biru langit bersemburat emas matahari terbenam
Daripada meneriakkan amarahku
Yang menyesakkan dada...

Lebih mudah bagiku...
Menyenandungkan nada nada rindu
Di petikan senar gitarku yang sumbang
Daripada menitikkan air mata
Menangisi kecewaku...
oleh Ry Kusumaningtyas pada 16 April 2011 jam 15:23

Sungguh lebih mudah bagiku...
Membuka kembali lembaran ikhlasku
Dalam kesabaran yang sungguh tak bertepi
Menempa ketegaran dan menyusun helaian maafku
Atas segala luka, pedih dan sakitku..
Di ujung kepasarahanku...

Sungguh...
Mencintaimu..sangatlah sulit...
Tapi  membencimu..
Lebih tak mudah lagi bagiku...

mimpi kita

oleh Ry Kusumaningtyas pada 16 April 2011 jam 15:23

seperti kelopak bunga yang rindukan sentuhan sayap kupu-kupu..
seperti rerumputan yang rindukan embun...
dan seperti mentari yang rindukan pagi...

aku merindumu cinta...
penat letihku ini hanya ingin kau rengkuh...
sedih dukaku hanya butuh senyummu....

begitu banyak cerita yang ingin kukisahkan...
begitu banyak luka dan sesak yang ingin kubagi...
begitu banyak senyum dan tawa yang ingin kuhabiskan denganmu...

langit semburat senja...
malam datang berganti...
memelukku dalam sepi....

aku masih menunggu keajaiban itu...

karena...
hanya kamu yang mengerti aku...
hanya kamu yang melihat jauh ke balik senyumku...
hanya kamu yang mengenalku lebih dari yang lain...

aku bukan bunga yang hanya cantik dilihat...
aku bukan rembulan yang hanya indah dipandang...
aku bukan sutra yang hanya lembut disentuh....
aku bukan sebuah buku yang hanya pantas dinilai dari sampulnya...

kamu mengartikan aku lebih dari itu semua...
kamu melihat ke kedalaman jiwaku...
Kamu menjenguk ke dasar pemikiranku...
kamu menyentuh ke sudut relung hatiku....

dan kamu membawa doa dan kekuatan ke dalam tiap langkahku...

cinta...
aku masih mengejar mimpi itu....

mimpi kita....